Rabu, 11 Desember 2019

Story Telling, Strategi Andal Menjual di Era Digital

Oleh : Bambang Haryanto

Salesman mobil. Di era media sosial tak cukup hanya menanti konsumen di diler. Dia harus juga menjadi story teller.

Pasang wajah cantik bersama mobil, atau menderetkan daftar diskon dan servis gratis, tak lagi menjadi daya ungkit utama bagi konsumen untuk meliriknya. Konsumen butuh cerita.

***

"Saya tidak sakit," kata Mas Narto* kepada saya. Kami saat itu berada di tengah ratusan pasien yang antri di suatu rumah sakit daerah. "Saya mengantarkan bapak itu," sambil menunjuk seorang pria sepuh tidak jauh dari kami.

Bapak sepuh itu bukan orangtua Mas Narto. "Dia tetangga saya," jelasnya. Obrolan di bulan puasa tahun lalu itu makin menarik ketika dia cerita riwayat hidupnya. Belasan tahun jadi nelayan pengelola tambak mutiara di Indonesia Timur. Lalu kembali ke Wonogiri, kota saya, menjadi petani.

Di desanya, bukan hanya dia yang punya mobil. Ia menyebut merek mobil, keluaran tahun lama. Mobil itu pula kini ibarat sebagai ambulan di desanya. Siap mengantar warga desanya ke rumah sakit bila diperlukan.

Mas Narto bisa menyebut belasan nama rumah sakit, baik di Wonogiri, Sukoharjo dan juga Solo. Termasuk prosedur pendaftaran, rawat jalan, rawat inap. sampai jadwal kontrol pasien. Pernah dia mengantar pasien datang ke rumah sakit pagi hari, sementara jadwal operasinya menjelang tengah malam hari. 

"Saya tidak ngarani. Alias tidak menentukan tarif untuk layanan saya ini. Untuk bensin, cukuplah."

***

Mas Narto (bukan nama sebenarnya), bagi saya, amat mengagumkan. Bila saja saya pemilik diler mobil, dia akan saya pinjami mobil yang lebih baru. Akan pula saya jadikan sebagai brand ambassador. Karena jiwa sosial dan kemanusiaannya telah menginspirasi kita semua.

Minggu, 08 Desember 2019

Insight, Kunci Survive Anda Di Tengah Kekaburan Era VUCA

Oleh : Bambang Haryanto

(1) Mobil patroli polisi menunggu lampu hijau menyala. Opsir tua menyopir. Mitranya, opsir muda, tiba-tiba tertarik mengamati mobil BMW baru yang ada di depan mereka. Dia lihat sopirnya merokok. Sendirian.Lalu membuang abu rokok ke jok kosong.

"Membuang abu rokok ke jok mobil baru?" Pikiran opsir muda berputar keras. "Tidak mungkin si pemilik akan melakukan hal itu.Tidak juga teman dari si pemilik mobil tersebut."

Gotcha.
Pasti mobil itu sedang dicuri!

(2) Kenneth Williams, agen FBI di Phoenix, Arizona, AS, mengendus hal mencurigakan. Dua bulan sebelum serangan 11 September 2011 dia melihat sejumlah warga Arab ambil les menerbangkan pesawat.

Herannya, mereka tidak berlatih hal yang paling penting dari penerbangan pesawat. Yaitu saat take-off dan landing.

Insight Williams terpatuk. Tanggal 10 Juli 2011 dia kirim memo ke markas besar FBI, terkenal sebagai Memo Phoenix. Dia menyarankan untuk mengawasi aktivitas serupa di seluruh negeri. Juga memeriksa visa orang asing yang belajar penerbangan di Amrik. Ternyata memonya tidak digubris oleh markas besar FBI.

Kedua cerita mengenai insight itu saya kutip dari buku Seeing What Others Don't (2013), karya Gary Klein.

Di era VUCA yang banyak kekaburan itu maka ketajaman insight menjadi faktor pembeda dalam meraih sukses. Sayangnya, pendidikan kita terlalu steril. Murid-murid belasan tahun terpenjara dalam tembok.

Pepatah luhur bahwa "alam terkembang jadi guru," hanya akan jadi hiasan manis belaka, ya Pak @Nadiem Makarim?

Minggu, 03 November 2019

Buku Sebagai Kunci Sukses Mereka, Kamu Juga?

Oleh : Bambang Haryanto

Kebahagiaan. Konon mirip kupu-kupu. Semakin Anda kejar,terbangnya semakin liar. Kalau Anda tenang, dia akan menghinggapimu. Kebahagiaan, kata Marcus Aurelius, tergantung kepada kualitas daya pikir Anda.

Kalau definisi puncak kebahagiaan ditanyakan kepada penyanyi David Bowie, dia akan menjawab : "Membaca."

Merasa sok gemar membaca saya lalu menelusuri daftar 100 buku pilihan David Bowie. Ternyata hanya ketemu satu, The Hidden Persuaders (1957)-nya Vance Packard. Buku tentang manipulasi psikologi yang digunakan untuk membujuk konsumen dalam periklanan.

Isi buku ini saya sebutkan di surat lamaran ketika di masa-masa akhir kuliah di Rawamangun ingin bekerja sebagai copywriter pada biro iklan yang berafiliasi dengan Dentsu. Tes wawancara pun OK. Tinggal tanda tangan.

Tapi saya mengundurkan diri. Walau disebut sang boss "Anda akan menyesal seumur hidup bila saya sebutkan besaran gajinya dan Anda tidak menerima pekerjaan ini," saya memutuskan : sekolah harus selesai dulu.

Kembali ke buku. Tidak hanya penyanyi rock David Bowie yang menggilai buku. Di situs mostrecommendedbooks.com terdaftar puluhan orang-orang top dunia dengan buku-buku yang direkomendasikan oleh mereka. Arnold Schwarzenegger. Barack Obama. Bill Gates.Elon Musk. Maria Sharapova. Sampai Yuval Noah Harari.

Kita baru saja jadi surprise melihat tokoh-tokoh yang dipilih Jokowi menjadi menteri-menterinya. Statemen mereka tegas, menginspirasi, memancing saya berandai-andai : untuk sukses mereka, dan kita semua,  bisakah masyarakat Indonesia tahu lebih banyak tentang "jeroan" mereka?

Misalnya dengan memublikasikan daftar buku-buku yang selama ini menginspirasi sukses mereka!

PS : Kalau saya punya kuasa di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, ide situs daftar rekomendasi buku itu akan saya realisasikan di situs Perpustakaan Nasional RI.

Senin, 21 Oktober 2019

Presiden Joko Widodo : Dobrak Rutinitas Yang Membelenggu!

Presiden Joko Widodo : "Selamat pagi. Di tahun pertama saya di istana, lima tahun lalu, saat mengundang masyarakat untuk halalbihalal, protokol meminta saya untuk berdiri di sebuah titik. Saya ikut.

Tahun kedua, halalbihalal lagi, saya diminta berdiri di titik yang sama. Di titik itu lagi. Kali ini saya menolak.

Saya bilang ke Menteri Sekretaris Negara, “ayo pindah lokasi.” Kalau tidak pindah, akan jadi kebiasaan, akan dianggap sebagai aturan dan wajib diikuti.

Ini contoh kecil kegiatan yang monoton dan rutinitas yang membelenggu. Ada banyak contoh besar di mana kita terjebak dalam rutinitas yang monoton.

Padahal, dalam dunia yang sangat dinamis dan yang kompetitif, kita harus terus mengembangkan cara-cara baru. Nilai-nilai baru.

Karena itulah, saya ingin para menteri kabinet yang terpilih nanti, datang dengan pikiran yang inovatif, produktif, bekerja keras dan cepat. Tugas kita bukan hanya membuat dan melaksanakan kebijakan, tetapi memastikan masyarakat menikmati pelayanan dan hasil pembangunan.

Pekerjaan birokrasi tidak hanya mengirim pesan-pesan, tapi making delivered: menjamin agar manfaat program dirasakan oleh masyarakat. Dan itu hanya bisa terwujud jika kita tidak terjebak rutinitas yang monoton."

PS : Apa Anda ingat kata-kata Einstein tentang kegilaan, insanity. Dia bilang, kegilaan adalah bila kita terus menerus mengerjakan hal yang sama tetapi mengharapkan hasil yang berbeda. (BH)

Jumat, 04 Oktober 2019

Ajaran Vampire Edward Cullen Untuk Sukses Anda di Era VUCA

Oleh : Bambang Haryanto

Edward Cullen. Bella Swan. Anda masih ingat mereka?

Saya bantu dengan data ini : Kristen Stewart. Robert Pattinson. Twilight. Vampire. Ingat ?

Ada adegan menarik dari film ini. Saat Bella diajak mengelilingi seisi rumah keluarga Edward Cullen, yang keluarga vampire itu. Diiringi lagu indah "Claire de lune"-nya Claude Debussy, Edward saat itu menunjukkan ke Bella salah satu dinding rumahnya.

Terpajang disitu belasan ijasah universitas-universitas yang pernah Edward masuki.

Hebat.

Vampire yang punya umur ratusan tahun rupanya menghabiskan waktunya untuk berkuliah dan berkuliah. Bukan hanya mencari-cari leher indah dan darah.

Kita bisa bercermin. Di era pacuan kemajuan IPTEK saat ini kita semua haruslah seperti Edward Cullen. Tidak berhenti dalam belajar, walau ijasah sarjana sudah dalam genggaman. Tuntutan untuk meng-update wawasan, pengetahuan dan keterampilan adalah imperatif bila kita ingin survive di era VUCA ini.

Samuel Arbesman dalam blog di Harvard Business Review (2012) menyebut mesofact, yakni tentang perubahan yang pelan, begitu halus,tak terasa. Tetapi bila kita tidak waspada dalam mengantisipasinya, bisa fatal akibatnya. Contoh aktual saat ini : perubahan iklim.

Saran dia, reedukasilah diri Anda terus-menerus. Begitu lulus, Anda jangan hanya sibuk mencari-cari template untuk CV, menonton YouTube agar bisa lolos tes wawancara, atau menghitung-hitung gaji yang Anda impikan.

Sukses berburu pekerjaan membutuhkan wawasan yang lebih luas dari hal-hal praktis di atas. Temukan gambar besarnya. Carilah informasinya. Pelajari. Praktekkan.

Sukses untuk Anda.

@bambangharyanto

Senin, 16 September 2019

Tantangan dan Peluang Karier di Era Digital : Siapkah Anda Menambang Emas dari Dunia Maya?

Oleh: Bambang Haryanto

Pramudya Ananta Toer perlu Hasta Mitra. JK Rowling, setelah 12 penerbit menolak "Harry Potter"-nya, akhirnya bisa bekerja sama dengan Bloomsbury. Stevie Wonder butuh Motown. Francis Ford Coppola dengan Paramount Pictures. Iqbal Ramadhan ngetop dalam Dilan 1990 dan butuh Falcon Pictures.

Satu sampai dua abad terakhir seniman selalu membutuhkan fihak lain untuk memajukan kariernya : penerbit, diler seni, studio film atau label rekaman. Untuk mampu menjangkau konsumen secara luas, seniman membutuhkan sistem.

Model bisnis itu masih berjalan sampai kini, tetapi kehadiran Internet membuat lanskapnya berubah. Bahkan sebagian besar jungkir balik. "Ketika terjadi perkembangan baru di bidang teknologi, itulah kesempatan kita untuk menata klasemen kembali," begitu petuah Steve Jobs.

Scott Kirsner dalam bukunya Fans, Friends & Followers : Building an Audience and a Creative Career in the Digital Age (2010) lalu memberi garis bawah : "Era kreativitas digital masa kini  telah menghadirkan peluang yang luar biasa. Anda dapat melakukan apa yang Anda sukai, menjangkau audiens,  dan mendapatkan uang.

Apa yang dimulai sebagai basis penggemar kecil bisa tiba-tiba menjadi global, memungkinkan Anda untuk keluar dari pekerjaan Anda dan mendapatkan penghasilan yang solid."

Sekadar bukti, lihatlah sosok Kang Pardi dari Ponorogo yang terjun sebagai pelaku kreatif era digital. Sebagai youtuber kreasinya mampu menghasilkan pemasukan belasan juta setiap bulan. Dia tidak butuh makelar, lembaga intermediary, antara karyanya dengan penggemarnya. Dia hanya butuh kamera di HPnya dan akun YouTube miliknya.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri bahkan sempat membanggakan kisah Kang Pardi tadi kepada 1.000 mahasiswa Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia (UI). Menurut dia, cerita Pardi yang merupakan warga desa berpenghasilan hingga belasan juta rupiah per bulan itu, bisa menjadi inspirasi bagi para mahasiswa.

"Pardi dikenal oleh tetangganya sebagai pengangguran karena kerjanya hanya main-main saja. Padahal si Pardi ini Youtuber yang subscriber-nya banyak sehingga banyak produk yang pasang iklan di channel Youtubenya. Penghasilannya Rp 15 jutaan per bulan," kata Hanif.

Menurut Hanif, cerita Pardi merupakan gambaran bahwa era revolusi industri 4.0 menawarkan peluang pekerjaan baru bagi masyarakat. Kepada mahasiswa, Hanif mengatakan mahasiswa harus mampu beradaptasi terhadap perubahan.

"Untuk mengantisipasi perubahan zaman yang dipengaruhi perkembangan teknologi informasi, kita harus adaptif. Pasalnya 65% pekerjaan baru yang akan muncul di masa depan tidak diketahui saat ini. Yang mampu bertahan hidup bukan yang paling kuat dan pintar tapi yang paling mampu merespons perubahan," ujar Hanif yang menghadiri kegiatan Masa Orientasi Mahasiswa baru Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia di Depok, Jawa Barat,  seperti dilaporkan Detik Finance, 15 Agustus 2018.

Agar sukses di era teknologi informasi, menurut Hanif, mahasiswa harus memiliki karakter kuat, kreatif, dan inovatif. "Mahasiswa harus berkarakter, kreatif, dan inovatif. Jangan puas jika sudah menguasai satu keahlian karena saat ini karakter pekerjaan bisa cepat berubah. Kembangkan keahlian dengan kreativitas dan berinovasilah," ungkap Hanif.

Terima kasih, Pak Hanif, untuk pembekalannya. Semoga generasi muda Indonesia bersedia mendengarkan dan mempraktekkannya.

Anda berminat? Belum terlambat.


Minggu, 25 Agustus 2019

Era 4.0 Menuntut SDM Inovatif, Kreatif dan Entrepreneurship


Arnoldus Dhae | Humaniora 
Media Indonesia 
25 August 2019, 10:51 WIB 

MENTERI Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan dalam era industri 4.0 seperti sekarang ini menuntut kesiapan dan membutuhkan kemampuan sumberdaya manusia handal, inovatif, kreatif dan berjiwa entrepreneurship.

"Peran SDM, Iptek dan Inovasi menjadi begitu nyata dalam era Revolusi Industri 4.0. Dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, lembaga litbang dan komunitas iptek dan inovasi dituntut untuk aktif beradaptasi. 

Dan kemudian menciptakan ide-ide inovatif dalam menjawab peluang dan tantangan era industri 4.0," kata Menristek usai melepas peserta jalan sehat dalam rangkaian kegiatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke 24, di Lapangan Puputan Renon Denpasar Bali, Minggu (25/8).

Hadir dalam jalan sehat tersebut Gubernur Bali, Wali Kota Denpasar, Dirjen Penguatan Inovasi, Jumain Appe dan para pejabat di lingkungan Kemenristekdikti.

Dalam sambutannya Menristekdikti juga mengajak seluruh elemen masyarakat khususnya di Kota Denpasar untuk berpartisipasi dalam berbagai rangkaian acara Hakteknas ke-24 dengan mengunjungi berbagai kegiatan. 

Antara lain pameran inovasi teknologi Ritech Expo dan kegiatan berupa peragaan iptek keliling dan berbagai model pembelajaran teknologi yang atraktif dan interaktif dari Pusat Peraga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PP IPTEK).

Dirjen Penguatan Inovasi Jumain Appe dalam laporannya menyebutkan peserta jalan sehat juga diikuti perwakilan dari 100 daerah di luar Provinsi Bali yang tergabung dalam komunitas IDSD (Indeks Daya Saing  Daerah). 

(OL-3)

Sumber : https://mediaindonesia.com/read/detail/255293-era-40-menuntut-sdm-inovatif-kreatif-dan-entrepreneurship

Rabu, 21 Agustus 2019

Menuju Indonesia Maju melalui Sumber Daya Manusia yang Unggul

Oleh : Sri Mulyani Indrawati
Kompas 19 Agustus 2019.


Sri Mulyani Indrawati
Ada harapan besar bagi kemajuan bangsa ini ketika saya bertatap muka dengan Raeni, seorang mahasiswa S3 calon Doktor dari University of Birmingham yang bercita-cita menjadi peneliti profesional. 

Terlahir sebagai anak dari seorang pengayuh becak, Raeni kuliah S1 di Universitas Semarang dengan beasiswa Pemerintah Bidik Misi. Raeni lulus dengan predikat cum laude, dimana sang ayah dengan bangga mengantar dengan becaknya ke tempat wisuda.

Dengan bekal semangat dan prestasinya Raeni telah menyelesaikan S2 dan sekarang meneruskan pendidikan ke jenjang  S3 di  Inggris dengan beasiswa Pemerintah Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

Cerita Raeni adalah contoh cerita nyata mengenai keberhasilan manusia Indonesia meniti jenjang sosial mencapai cita-citanya, dan negara hadir untuk mendukung bakat dan potensi masyarakat untuk dapat mengaktualisasinya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah instrumen pemerintah untuk membangun manusia Indonesia yang unggul sebagai fondasi agar dapat menjadi negara maju.  APBN tahun 2020 akan berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk  meningkatkan daya saing Indonesia di kancah dunia. 

APBN ini juga akan menjadi titik awal Presiden Joko Widodo dalam mencapai visi 100 tahun Indonesia merdeka, yaitu menjadi bangsa yang berdaulat, maju, adil, dan makmur.

Untuk mencapai visi tersebut, perekonomian Indonesia harus tumbuh tinggi. Tiga faktor utama pertumbuhan ekonomi adalah modal/kapital, sumber daya manusia yang berkualitas dan teknologi.

Dalam lima tahun terakhir, pemerintah telah secara masif membangun berbagai infrastruktur dasar baik infrastruktur fisik dan sosial. Dengan infrastruktur dan perbaikan konektivitas maka mobilitas masyarakat, barang dan jasa akan semakin tinggi dengan biaya makin murah. Dengan logistik yang makin baik produktivitas dan daya saing ekonomi dapat meningkat. 

Pembangunan infrastruktur akan tetap diteruskan karena Indonesia masih tertinggal dari negara-negara sekitar kita. Namun lima tahun ke depan pemerintah akan berfokus kepada pembangunan sumber daya manusia yang merupakan kunci dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Tidak ada suatu negara di dunia yang bisa maju tanpa didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas.

Riset dari Bank Dunia juga menyatakan bahwa kualitas sumber daya manusia merupakan penggerak pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan penentu keberhasilan upaya pengentasan kemiskinan. Investasi yang dikeluarkan untuk pembangunan kualitas sumber daya  manusia, baik untuk pendidikan maupun kesehatan, menjadi semakin penting seiring dengan meningkatnya kompetisi global di era Revolusi Industri 4.0.

Membangun sumber daya manusia memerlukan kebijakan dan program dengan visi dan strategi yang adaptif dengan perubahan jaman. Sinergi dan dukungan seluruh pemangku kepentingan baik itu Pemerintah, masyarakat dan dunia usaha sangat penting- karena dimensi pembangunan manusia sangat kompleks. 

Membangun sumber daya manusia yang unggul juga mencakup perlindungan paripurna, terutama  kepada masyarakat yang belum sejahtera, sejak lahir sampai dengan mencapai usia senja. Seluruh rakyat harus terjamin kebutuhan dasarnya, termasuk pendidikan dan kesehatan, sehingga mampu menyalurkan potensinya untuk ikut membangun bangsa dan peradabannya. 

Pembangunan yang berfokus pada manusia akan menciptakan kelas menengah yang kuat yang membuat daya tahan bangsa dan daya saing ekonomi semakin baik. 

Oleh karena itu negara harus hadir terutama bagi masyarakat yang miskin dan rentan dalam menjamin pembangunan manusia menyeluruh. Saat lahir, calon penerus bangsa yang berasal dari keluarga miskin diberikan perlindungan sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH). 

Pada tahun 2020 akan dikeluarkan dana sebesar Rp29,1 triliun untuk program PKH. Lalu ada bantuan sosial pangan berupa Kartu Sembako yang berjumlah Rp 28,1 triliun yang ditujukan bagi 15,6 juta keluarga penerima manfaat. Total alokasi dana perlindungan sosial yang dianggarkan pemerintah adalah sebesar Rp385,3 triliun yang digunakan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan dan meningkatkan pemerataan kesejahteraan, melalui berbagai pos dalam APBN, seperti bantuan sosial, beberapa jenis subsidi, dan dana desa. 

Dari sisi kesehatan, untuk memperoleh layanan kesehatan yang memadai, mereka mendapatkan Kartu Indonesia Sehat, dimana pemerintah menanggung iuran Jaminan Kesehatan Nasional bagi 96,8 juta jiwa yang  miskin dan tidak mampu dengan mengalokasikan  dana Penerima Bantuan Iuran (PBI) di dalam APBN. 

Bantuan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga prasejahtera, serta memberikan jaminan layanan kesehatan dan kesejahteraan sosial. Untuk menjamin ketersediaan layanan kesehatan, Pemerintah juga telah mengantisipasi kebutuhan anggaran jaminan kesehatan, yang diikuti perbaikan sistem dan manajemen JKN sebagai upaya menjamin kesinambungan program JKN. Total anggaran kesehatan pada tahun 2020 adalah sebesar Rp132,2 triliun dengan berfokus pada percepatan pengurangan stunting, penguatan promotif, preventif, dan melanjutkan program jaminan kesehatan nasional.

Untuk mencerdaskan anak bangsa, ketika memasuki usia sekolah, melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP) serta Bantuan Operasional Sekolah, anak-anak dari keluarga miskin dapat melanjutkan sekolah pada tingkat SD, SMP dan SMA. Program Indonesia Pintar ini akan ditargetkan bagi 20,1 juta siswa dan Bantuan operasional Sekolah yang menyasar 55,8 juta siswa dan 271 ribu sekolah.

Bantuan beasiswa dapat juga diperoleh ketika melanjutkan sekolah di perguruan tinggi melalui program beasiswa KIP Kuliah. Pada tahun 2020, pemerintah akan menyasar 818 ribu mahasiswa penerima beasiswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang lebih tinggi (termasuk lanjutan bidik misi). 

Dengan berkompetisi secara sehat,  mereka juga dapat melanjutkan jenjang pendidikan lebih tinggi, baik sarjana maupun pasca sarjana, baik di dalam maupun luar negeri, melalui beasiswa LPDP. Terbuka kesempatan bagi lima ribuan mahasiswa untuk bersaing mendapatkan beasiswa LPDP di tahun 2020. Total anggaran pendidikan secara keseluruhan yang akan dikeluarkan pemerintah pada tahun 2020 adalah sebesar Rp505,8 triliun.

Untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas perguruan tinggi, akan dibentuk Dana Abadi Perguruan Tinggi guna membantu perguruan tinggi masuk dalam kategori World Class University. Walaupun saat ini baru tiga universitas di Indonesia yang masuk 500 besar dunia, yaitu UI, ITB dan UGM, namun dengan adanya dana abadi tersebut diharapkan akan semakin banyak perguruan tinggi yang menjadi kelas dunia dan berkontribusi pada pengembangan kualitas human capital Indonesia yang lebih kompetitif.

Menyadari bahwa riset adalah kebutuhan mendasar yang diperlukan untuk peningkatan produktifitas nasional yang unggul dan berdaya saing, pemerintah akan mengalokasikan Dana Abadi untuk penelitian. 

Dana ini digunakan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas riset, terutama riset pada sektor-sektor yang memiliki potensi multiplier effect yang besar. Melalui dana abadi ini pemerintah yakin dapat membuat ekosistem penelitian yang kondusif sehingga bangsa Indonesia dapat lebih maju melalui terciptanya berbagai sentra inovasi baru.

Peranan dunia usaha dan swasta sangat penting dalam pembangunan manusia Indonesia. Dalam memecahkan masalah keterampilan vokasi dan penelitian serta pengembangan, pemerintah memberikan insentif skema pengurangan pajak (super deduction) bagi Wajib Pajak yang menyediakan kegiatan vokasi dan riset. 

Dengan demikian pihak swasta akan berlomba ikut serta dalam memecahkan pelatihan tenaga kerja sekaligus menampungnya. Demikian juga dengan kegiatan riset yang diperlukan dalam pengembangan produk dan daya saing industri nasional.

Pemerintah juga menyiapkan Kartu Pra Kerja yaitu kartu yang diberikan kepada pencari kerja atau pekerja untuk mendapatkan layanan pelatihan vokasi dan/atau sertifikasi kompetensi kerja. Untuk Kartu Pra Kerja ini dianggarkan dana sampai dengan Rp.10 triliun untuk 2 juta pemegang kartu.

Pelaksanaan akan lebih mengandalkan mekanisme pasar dan platform digital untuk mempertemukan ketrampilan yang diminta dan dibutuhkan industri dan masyarakat dengan calon tenaga kerja.
Pembangunan sumber daya manusia menjadi modal dasar Indonesia dalam menyongsong optimisme Indonesia maju. Anggaran yang dialokasikan menjadi salah satu syarat yabg penting bagi suksesnya pembangunan manusia Indonesia. 

Namun itu tidak akan menjamin kesuksesan apabila tidak dilengkapi dengan strategi, kebijakan dan program yang dilaksankan dengan komitmen dan kompetensi serta integritas yang tinggi oleh semua pemangku kepentingan. 

Pemerintah akan meneruskan amanah para pendiri bangsa untuk menghadirkan negara dalam memberikan perlindungan paripurna dalam menjamin hajat hidup rakyat Indonesia. 

APBN adalah alat untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu, setiap rupiah harus tepat sasaran dan memberikan manfaat bagi rakyat. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa setiap rupiah  tidak boleh diselewengkan. Indonesia harus maju, tidak boleh ada seorangpun yang menghianatinya.

Senin, 12 Agustus 2019

Milenial, Cuman Dapat Umurnya Doang?

Oleh : Bambang Haryanto




























Dunia pekerjaan kini dihuni oleh beragam generasi. Ada status inspiratif dari ibu Toetiek Septriasih di Linkedin mengenai "clash" komunikasi antara generasi old sebagai pimpinan vs generasi milenial sebagai bawahan dalam menerapkan sesuatu ide. 

Diskusi jadi menarik ketika ada yang nimbrung, bahwa ada pimpinan yang usianya tua tetapi pemikirannya milenial. Sementara rekrutan baru, muda umurnya tetapi jadul pemikirannya. 

Seru. 
Sampai ibu Toetik itu bilang, bahwa tidak sedikit dari para milenial itu hanya dapat umurnya saja tetapi bukan pemikirannya. 

Haha. 

Sampai disini saya tergoda untuk berpikir : apakah itu sebagai penyebab mengapa masih saja ada barisan jutaaan kaum milenial yang berambisi menjadi ASN, pegawai negeri?

Diskusi pun berlanjut. Adalah Peter Febian ikut memberikan komentar : "Betul Pak Bambang... Saya sering ketemu koq sama dede2 gemes imut yg cara berpikirnya "keamanan & stabilitas karir" banget 😋
Umumnya mereka terpengaruh orangtuanya atau keluarga besarnya. Cukup banyak yg nuraninya menolak jadi ASN, tapi demi gak dicawe-cawe terus ama keluarganya, ya kepaksa mereka join di barisan abdi negara.

Biasanya kepada mereka, saya anjurkan buat join aja jadi ASN atau masuk BUMN, daripada lama2 jadi stres karena tekanan keluarga...

Ada Gen X yg jauh lebih enjoy kerja di Startup, dan ada Gen Y yg ngerasa lebih nyaman jadi ASN atau karyawan BUMN. Balik lagi ke mindset & kebutuhan masing2 sih, bukan masalah umurnya..."


Balasan saya : "Terima kasih. Menarik sekali Pak Peter Febian untuk cerita Anda dari gugus depan ini. Saya berharap mereka yang kepengin main aman itu mau baca dan meresapi tulisan panjang bernas dari Anda mengenai VUCA. 

Dunia kini gak lagi seperti dunia bokap elu.. 

 Misalnya untuk ASN, terhembus ide mutakhir bahwa mereka akan dipekerjakan dari rumah. Betapa hal ini bila jadi realitas bukankah berpotensi mengguncang identitas diri mereka yang selama ini aman dan nyaman jadi makhluk mekanistis 9-5 dalam hidupnya. 

Oya, saya dapat tambahan cerita dari ibu Toetiek Septriasih. Beliau wawancara 10 kandidat untuk sebuah BUMN, dan 6 diantaranya memilih karena faktor BUMN. Masa depan terjamin, kata mereka. Menjadi staf pun mereka mau asal bekerja di BUMN. "

Ibu Toetik Septriasih akhirnya ikut berbagi pendapat :  "Bambang Haryanto seru kan yaaaaa membahas gen Y. Belum nanti Gen Z yang saat ini mulai menjelang lulus kuliah. 

Dinamikanya menarik sekali. Kakak Peter Febian merupakan contoh jiwa Gen Z, walau usia kronologisnya tidak diketahui."

Kemudian tampil Robert Hasudungan Sidauruk, SE ikut memberikan pendapat. "Saya sudah pengalaman kerja di sektor swasta sebelumnya dan saya berani bilang ada manfaat yang tidak akan didapat jika stay di swasta. 

Salah satunya adalah bantuan pendidikan. Boro-boro izin belajar lanjut pendidikan, kalau swasta yang ada justru mungkin dilarang lanjut kuliah karena takut sering izin ikut ujian. Kalau ASN justru sangat didukung jika ingin lanjut kuliah dan itu sangat dihargai. 

Kalau swasta, jika atasan tidak senang dengan kita, bisa diancam pakai mutasi. Di instansi pemerintah, tidak bisa asal ancam mutasi tanpa kebutuhan dan reorganisasi persetujuan pusat."

Saya kembali ikut ngobrol : "Terima kasih Robert Hasudungan Sidauruk, SE untuk pandangannya. Kasus Anda tentu tidak mewakili seluruh kasus perusahaan swasta. 

Juga contoh saya ini, sebuah kantor konsultan pajak menyekolahkan belasan pegawainya untuk belajar S2 ke Eropa. Konsultan ini memikirkan masa depan bisnisnya dengan berinvestasi pada pendidikan bagi para karyawannya."

Bagaimana pendapat Anda ?

Jumat, 19 Juli 2019

Mutiara Hikmah Tentang Pekerjaan : Susi Pujiastuti


Jangan takut untuk bekerja, dan jangan bekerja kalau takut. Bekerja keras adalah bagian dari fisik, bekerja cerdas merupakan bagian dari otak, sedangkan bekerja ikhlas ialah bagian dari hati.

Orang yang meraih kesuksesan tidak selalu orang pintar, tapi orang yang gigih dan pantang menyerah.

Bagaimana caranya mewujudkan impian agar sukses, kunci suksesnya adalah komitmen dengan apa yang kita jalani.

Cita-cita yang tinggi memang bukan kunci kesuksesan, tapi rahasia dari orang sukses adalah memiliki cita-cita yang tinggi. Bermimpilah setinggi tingginya. Yang harus dibayar adalah mewujudkan mimpi itu. Cara bayarnya dengan kerja keras, semangat, dan komitmen.

Carilah pekerjaan yang anda suka, berkarier, berpikir, bereksplorasi dengan kegembiraan.

Kalau anda gembira, tenaga anda juga besar. Kalau tenaga anda juga besar, anda akan mencapai hal yang lebih besar. Kalau anda tidak suka, belajar yang anda suka.

Kegembiraan adalah energi. "Jalankan bisnis dengan common sense. If it doesn't make sense it won't be right!".

"Saya mungkin tidak berpendidikan tetapi saya profesional."

💖🙏

Kamis, 18 Juli 2019

Pilih Mana : Pekerjaan, Kesehatan, Atau Keluarga, Bila Harus Ada Yang Dikorbankan ?

Oleh : Bambang Haryanto


Brian Dyson, mantan CEO Coca Cola, pernah menyampaikan pidato yang sangat menarik. Katanya, "Bayangkan hidup itu spt pemain akrobat dengan 5 bola di udara. Kita bisa menamai bola-bola itu dengan sebutan: 

1- Pekerjaan 
2- Keluarga 
3- Kesehatan 
4- Sahabat, 
5- Semangat 

Kita harus menjaga semua bola itu tetap di udara dan jangan sampai ada yg terjatuh. Kalaupun situasi mengharuskan Anda melepaskan salah satu di antara 5 bola tersebut, lepaskanlah "Pekerjaan" karena pekerjaan adalah BOLA KARET. Pada saat Anda menjatuhkannya, suatu saat ia akan melambung kembali. 

Namun 4 bola lain seperti Keluarga, Kesehatan, Sahabat, dan Semangat adalah BOLA KACA. Jika Anda menjatuhkannya, akibatnya bisa sangat fatal...!" 

Pada kenyataannya, kita terlalu menjaga pekerjaan (bola karet). Bahkan kita mengorbankan keluarga, kesehatan, sahabat, dan semangat demi menyelamatkan bola karet tersebut. 

Contohnya: 

- Demi uang atau pekerjaan, kita mengabaikan keluarga, 
- Demi meraih sukses dalam pekerjaan, kita tidak memperhatikan kesehatan, 
- Demi uang atau pekerjaan, kita rela menghancurkan hubungan dengan sahabat baik. 

Bukan berarti pekerjaan tidak penting! Tapi jangan sampai uang atau pekerjaan menjadi "berhala" dalam hidup kita.


Saya ikut memberikan tanggapan : "Terima kasih Pak . Kias yang tajam dan menohok. Mungkin karena pekerjaan itu memiliki alokasi WAKTU yang lebih banyak dibanding aktivitas lainnya?

Saya mendapatkan tanggapan dari Mangihot Lumban Batu 1st Site Manager dari PT. Spektrum Krisindo Elektrika  : "Mungkin kita harus bertanya ke Brian Dyson pak. Karena beliau yang mencetuskan statement-statement diatas. 

Tapi kalau saya berpendapat, si Brian Dyson ini menganggap pekerjaan memiliki skala prioritas paling rendah dbanding keluarga, kesehatan, sosial, dan semangat. Sehingga di saat situasi mengharuskan dia mengorbankan salah satunya, pekerjaan lah yang dipilih utk dikorbankan. 

Sungguh super sekali😁"

Trisno Maulana ikut bergabung. Dia tulis komentarnya : "Saya sangat setuju pa Fahrur Rozi, tapi di saat pekerjaan tidak lagi ada di 5 bola yang harus kita jaga itu meninggalkan kita karena alasan kebijakan, dengan sendirinya berdampak juga ke 4 bola yang lain. 

Dengan kehilangan pekerjaan keluarga jadi goyah, kesehatan jadi terganggu karena stress ga ada pekerjaan, sahabat yg tadinya dekat perlahan acuh tak acuh dan semangat mulai kendor karena berbagai usaha untuk mendapat pekerjaan baru belum mendapat hasil.... Jadi ke 5 bola itu harus dijaga, karena satu sama lain saling berkaitan..... Itu pendapat saya, yang tidak setuju boleh berkomentar...."

Saya ikut berkomentar lagi :  "Sepakat Pak Mangihot Lumban Batu, setiap orang punya kondisi yang tidak sama dan bisa memutuskan hal yang paling sesuai dengan dirinya. Secara filosofis, ajaran Bryan itu menyentuh nurani. 

Saya ingin usul-usil : kalau pekerjaan adalah hal yang bisa dikorbankan, maka sejak dini asahlah keterampilan kita dalam BERBURU pekerjaan. Jadi kita bisa melepaskannya dan juga dengan mudah untuk memperolehnya kembali. 

Sedia payung sebelum hujan."