Rabu, 19 Februari 2020

Anda Bukan Aset Perusahaan !

Oleh : Bambang Haryanto

"Karyawan adalah aset utama perusahaan." Kredo ini di era VUCA masa kini apakah menjadi suatu kebanggaan, jadi bahan tertawaan atau justru sebagai pemicu tangis Anda sekeluarga?

Bacalah berita-berita mutakhir tentang PHK. Mungkin hari ini Anda merasa masih kebal dari ancaman dan bencana kehilangan pekerjaan itu. Tetapi seperti ditamsilkan pada sosok kurcaci Haw dan Hem dari buku Who Moved My Cheese?-nya Spencer Johnson, ancaman itu sering tidak terlihat.

Kurcaci Haw dan Hem bersama duo tikus selama ini menghuni labirin yang menyediakan keju berlimpah untuk mereka. Kehebohan terjadi saat tiba-tiba keju itu lenyap. Hem hanya bisa marah-marah dan meratapi kehilangan itu, Haw melakukan introspeksi. 

Lenyapnya keju itu, dia sadar, tidak terjadi secara mendadak. Jumlahnya makin sedikit tanpa ia sadari. Yang tertinggal pun sudah tua. Rasanya sudah tidak enak. Haw sadar perubahan itu tidak akan mengejutkannya jika ia selalu memperhatikan kejadian-kejadian yang ada dan mengantisipasi perubahan yang terjadi.

Perubahan itu harus dia telan kini. Seumpama dia karyawan kini saatnya berpikir bahwa dirinya bukan aset perusahaan. Karena dia bisa kena PHK di saat-saat tidak terduga. 

Dia adalah aset bagi dirinya sendiri. Dia harus pasang kuda-kuda, mengasah semua keterampilan dan wawasan agar bisa terus menari dan tidak tenggelam digulung deru gelombang VUCA masa kini.

Bila Badai PHK Terjadi di Kantor Anda

Oleh : Bambang Haryanto


Bayangkan : badai PHK melanda kantor Anda. Tanpa diawali sinyal yang jelas tiba-tiba ratusan karyawan perusahaan tempat Anda bekerja kehilangan pekerjaan.

Anda tidak termasuk di antara mereka. Apakah Anda sesudah tiba di rumah, mengabarkan semua yang terjadi, lalu mengajak seluruh keluarga ke restoran untuk merayakan keberuntungan Anda?

Tidak sesederhana itu.

Karena efek negatif dari badai PHK juga melanda para penyintas, survivor, dari situasi yang mengguncang ini.

"Anda sedih, Anda takut dan Anda khawatir pekerjaan Anda akan menjadi korban berikutnya," tulis  Susan M Heathfield dalam situs The Balance Careers (2/1/2020). Termasuk, Anda akan terbelit perasaan bersalah bahwa Anda selamat dari PHK.

Anda kehilangan teman sekerja yang mungkin selama ini sudah menjadi bagian dari diri Anda di kantor, dengan segala campur aduk emosi yang memuntir diri Anda. Peningkatan stres akan terjadi seiiring peningkatan beban pekerjaan yang Anda sandang. 

Belum lagi munculnya rasa tidak percaya Anda terhadap manajemen. Hal ini tergantung pada sebagaimana baik atau buruk kebijakan perusahaan dalam menangani para korban PHK. Apabila buruk perlakuannya, maka semakin dalam rasa ketidakpercayaan itu pada diri kaum penyintas.

Kecemasan dan meluruhnya motivasi kerja menyertai perasaan kehilangan teman sekerja. Tidak sedikit dari mereka yang tergerak untuk meng-update CV dan memutuskan untuk terjun berburu pekerjaan. Tindakan positif ini membantu para penyintas merasa duduk di balik kemudi untuk mampu mengendalikan nasib dirinya sendiri.

Mereka tidak ingin terbelenggu dalam posisi menunggu, menantikan kabar buruk selanjutnya, dalam lingkungan ketidakpercayaan, rasa marah dan tidak aman.

Bila saja para karyawan kunci itu kemudian berombongan pergi, tentu, ini juga kabar yang buruk juga bagi perusahaan bersangkutan.

Rabu, 11 Desember 2019

Story Telling, Strategi Andal Menjual di Era Digital

Oleh : Bambang Haryanto

Salesman mobil. Di era media sosial tak cukup hanya menanti konsumen di diler. Dia harus juga menjadi story teller.

Pasang wajah cantik bersama mobil, atau menderetkan daftar diskon dan servis gratis, tak lagi menjadi daya ungkit utama bagi konsumen untuk meliriknya. Konsumen butuh cerita.

***

"Saya tidak sakit," kata Mas Narto* kepada saya. Kami saat itu berada di tengah ratusan pasien yang antri di suatu rumah sakit daerah. "Saya mengantarkan bapak itu," sambil menunjuk seorang pria sepuh tidak jauh dari kami.

Bapak sepuh itu bukan orangtua Mas Narto. "Dia tetangga saya," jelasnya. Obrolan di bulan puasa tahun lalu itu makin menarik ketika dia cerita riwayat hidupnya. Belasan tahun jadi nelayan pengelola tambak mutiara di Indonesia Timur. Lalu kembali ke Wonogiri, kota saya, menjadi petani.

Di desanya, bukan hanya dia yang punya mobil. Ia menyebut merek mobil, keluaran tahun lama. Mobil itu pula kini ibarat sebagai ambulan di desanya. Siap mengantar warga desanya ke rumah sakit bila diperlukan.

Mas Narto bisa menyebut belasan nama rumah sakit, baik di Wonogiri, Sukoharjo dan juga Solo. Termasuk prosedur pendaftaran, rawat jalan, rawat inap. sampai jadwal kontrol pasien. Pernah dia mengantar pasien datang ke rumah sakit pagi hari, sementara jadwal operasinya menjelang tengah malam hari. 

"Saya tidak ngarani. Alias tidak menentukan tarif untuk layanan saya ini. Untuk bensin, cukuplah."

***

Mas Narto (bukan nama sebenarnya), bagi saya, amat mengagumkan. Bila saja saya pemilik diler mobil, dia akan saya pinjami mobil yang lebih baru. Akan pula saya jadikan sebagai brand ambassador. Karena jiwa sosial dan kemanusiaannya telah menginspirasi kita semua.

Minggu, 08 Desember 2019

Insight, Kunci Survive Anda Di Tengah Kekaburan Era VUCA

Oleh : Bambang Haryanto

(1) Mobil patroli polisi menunggu lampu hijau menyala. Opsir tua menyopir. Mitranya, opsir muda, tiba-tiba tertarik mengamati mobil BMW baru yang ada di depan mereka. Dia lihat sopirnya merokok. Sendirian.Lalu membuang abu rokok ke jok kosong.

"Membuang abu rokok ke jok mobil baru?" Pikiran opsir muda berputar keras. "Tidak mungkin si pemilik akan melakukan hal itu.Tidak juga teman dari si pemilik mobil tersebut."

Gotcha.
Pasti mobil itu sedang dicuri!

(2) Kenneth Williams, agen FBI di Phoenix, Arizona, AS, mengendus hal mencurigakan. Dua bulan sebelum serangan 11 September 2011 dia melihat sejumlah warga Arab ambil les menerbangkan pesawat.

Herannya, mereka tidak berlatih hal yang paling penting dari penerbangan pesawat. Yaitu saat take-off dan landing.

Insight Williams terpatuk. Tanggal 10 Juli 2011 dia kirim memo ke markas besar FBI, terkenal sebagai Memo Phoenix. Dia menyarankan untuk mengawasi aktivitas serupa di seluruh negeri. Juga memeriksa visa orang asing yang belajar penerbangan di Amrik. Ternyata memonya tidak digubris oleh markas besar FBI.

Kedua cerita mengenai insight itu saya kutip dari buku Seeing What Others Don't (2013), karya Gary Klein.

Di era VUCA yang banyak kekaburan itu maka ketajaman insight menjadi faktor pembeda dalam meraih sukses. Sayangnya, pendidikan kita terlalu steril. Murid-murid belasan tahun terpenjara dalam tembok.

Pepatah luhur bahwa "alam terkembang jadi guru," hanya akan jadi hiasan manis belaka, ya Pak @Nadiem Makarim?

Minggu, 03 November 2019

Buku Sebagai Kunci Sukses Mereka, Kamu Juga?

Oleh : Bambang Haryanto

Kebahagiaan. Konon mirip kupu-kupu. Semakin Anda kejar,terbangnya semakin liar. Kalau Anda tenang, dia akan menghinggapimu. Kebahagiaan, kata Marcus Aurelius, tergantung kepada kualitas daya pikir Anda.

Kalau definisi puncak kebahagiaan ditanyakan kepada penyanyi David Bowie, dia akan menjawab : "Membaca."

Merasa sok gemar membaca saya lalu menelusuri daftar 100 buku pilihan David Bowie. Ternyata hanya ketemu satu, The Hidden Persuaders (1957)-nya Vance Packard. Buku tentang manipulasi psikologi yang digunakan untuk membujuk konsumen dalam periklanan.

Isi buku ini saya sebutkan di surat lamaran ketika di masa-masa akhir kuliah di Rawamangun ingin bekerja sebagai copywriter pada biro iklan yang berafiliasi dengan Dentsu. Tes wawancara pun OK. Tinggal tanda tangan.

Tapi saya mengundurkan diri. Walau disebut sang boss "Anda akan menyesal seumur hidup bila saya sebutkan besaran gajinya dan Anda tidak menerima pekerjaan ini," saya memutuskan : sekolah harus selesai dulu.

Kembali ke buku. Tidak hanya penyanyi rock David Bowie yang menggilai buku. Di situs mostrecommendedbooks.com terdaftar puluhan orang-orang top dunia dengan buku-buku yang direkomendasikan oleh mereka. Arnold Schwarzenegger. Barack Obama. Bill Gates.Elon Musk. Maria Sharapova. Sampai Yuval Noah Harari.

Kita baru saja jadi surprise melihat tokoh-tokoh yang dipilih Jokowi menjadi menteri-menterinya. Statemen mereka tegas, menginspirasi, memancing saya berandai-andai : untuk sukses mereka, dan kita semua,  bisakah masyarakat Indonesia tahu lebih banyak tentang "jeroan" mereka?

Misalnya dengan memublikasikan daftar buku-buku yang selama ini menginspirasi sukses mereka!

PS : Kalau saya punya kuasa di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, ide situs daftar rekomendasi buku itu akan saya realisasikan di situs Perpustakaan Nasional RI.

Senin, 21 Oktober 2019

Presiden Joko Widodo : Dobrak Rutinitas Yang Membelenggu!

Presiden Joko Widodo : "Selamat pagi. Di tahun pertama saya di istana, lima tahun lalu, saat mengundang masyarakat untuk halalbihalal, protokol meminta saya untuk berdiri di sebuah titik. Saya ikut.

Tahun kedua, halalbihalal lagi, saya diminta berdiri di titik yang sama. Di titik itu lagi. Kali ini saya menolak.

Saya bilang ke Menteri Sekretaris Negara, “ayo pindah lokasi.” Kalau tidak pindah, akan jadi kebiasaan, akan dianggap sebagai aturan dan wajib diikuti.

Ini contoh kecil kegiatan yang monoton dan rutinitas yang membelenggu. Ada banyak contoh besar di mana kita terjebak dalam rutinitas yang monoton.

Padahal, dalam dunia yang sangat dinamis dan yang kompetitif, kita harus terus mengembangkan cara-cara baru. Nilai-nilai baru.

Karena itulah, saya ingin para menteri kabinet yang terpilih nanti, datang dengan pikiran yang inovatif, produktif, bekerja keras dan cepat. Tugas kita bukan hanya membuat dan melaksanakan kebijakan, tetapi memastikan masyarakat menikmati pelayanan dan hasil pembangunan.

Pekerjaan birokrasi tidak hanya mengirim pesan-pesan, tapi making delivered: menjamin agar manfaat program dirasakan oleh masyarakat. Dan itu hanya bisa terwujud jika kita tidak terjebak rutinitas yang monoton."

PS : Apa Anda ingat kata-kata Einstein tentang kegilaan, insanity. Dia bilang, kegilaan adalah bila kita terus menerus mengerjakan hal yang sama tetapi mengharapkan hasil yang berbeda. (BH)

Jumat, 04 Oktober 2019

Ajaran Vampire Edward Cullen Untuk Sukses Anda di Era VUCA

Oleh : Bambang Haryanto

Edward Cullen. Bella Swan. Anda masih ingat mereka?

Saya bantu dengan data ini : Kristen Stewart. Robert Pattinson. Twilight. Vampire. Ingat ?

Ada adegan menarik dari film ini. Saat Bella diajak mengelilingi seisi rumah keluarga Edward Cullen, yang keluarga vampire itu. Diiringi lagu indah "Claire de lune"-nya Claude Debussy, Edward saat itu menunjukkan ke Bella salah satu dinding rumahnya.

Terpajang disitu belasan ijasah universitas-universitas yang pernah Edward masuki.

Hebat.

Vampire yang punya umur ratusan tahun rupanya menghabiskan waktunya untuk berkuliah dan berkuliah. Bukan hanya mencari-cari leher indah dan darah.

Kita bisa bercermin. Di era pacuan kemajuan IPTEK saat ini kita semua haruslah seperti Edward Cullen. Tidak berhenti dalam belajar, walau ijasah sarjana sudah dalam genggaman. Tuntutan untuk meng-update wawasan, pengetahuan dan keterampilan adalah imperatif bila kita ingin survive di era VUCA ini.

Samuel Arbesman dalam blog di Harvard Business Review (2012) menyebut mesofact, yakni tentang perubahan yang pelan, begitu halus,tak terasa. Tetapi bila kita tidak waspada dalam mengantisipasinya, bisa fatal akibatnya. Contoh aktual saat ini : perubahan iklim.

Saran dia, reedukasilah diri Anda terus-menerus. Begitu lulus, Anda jangan hanya sibuk mencari-cari template untuk CV, menonton YouTube agar bisa lolos tes wawancara, atau menghitung-hitung gaji yang Anda impikan.

Sukses berburu pekerjaan membutuhkan wawasan yang lebih luas dari hal-hal praktis di atas. Temukan gambar besarnya. Carilah informasinya. Pelajari. Praktekkan.

Sukses untuk Anda.

@bambangharyanto