Senin, 12 Agustus 2019

Milenial, Cuman Dapat Umurnya Doang?

Oleh : Bambang Haryanto




























Dunia pekerjaan kini dihuni oleh beragam generasi. Ada status inspiratif dari ibu Toetiek Septriasih di Linkedin mengenai "clash" komunikasi antara generasi old sebagai pimpinan vs generasi milenial sebagai bawahan dalam menerapkan sesuatu ide. 

Diskusi jadi menarik ketika ada yang nimbrung, bahwa ada pimpinan yang usianya tua tetapi pemikirannya milenial. Sementara rekrutan baru, muda umurnya tetapi jadul pemikirannya. 

Seru. 
Sampai ibu Toetik itu bilang, bahwa tidak sedikit dari para milenial itu hanya dapat umurnya saja tetapi bukan pemikirannya. 

Haha. 

Sampai disini saya tergoda untuk berpikir : apakah itu sebagai penyebab mengapa masih saja ada barisan jutaaan kaum milenial yang berambisi menjadi ASN, pegawai negeri?

Diskusi pun berlanjut. Adalah Peter Febian ikut memberikan komentar : "Betul Pak Bambang... Saya sering ketemu koq sama dede2 gemes imut yg cara berpikirnya "keamanan & stabilitas karir" banget 😋
Umumnya mereka terpengaruh orangtuanya atau keluarga besarnya. Cukup banyak yg nuraninya menolak jadi ASN, tapi demi gak dicawe-cawe terus ama keluarganya, ya kepaksa mereka join di barisan abdi negara.

Biasanya kepada mereka, saya anjurkan buat join aja jadi ASN atau masuk BUMN, daripada lama2 jadi stres karena tekanan keluarga...

Ada Gen X yg jauh lebih enjoy kerja di Startup, dan ada Gen Y yg ngerasa lebih nyaman jadi ASN atau karyawan BUMN. Balik lagi ke mindset & kebutuhan masing2 sih, bukan masalah umurnya..."


Balasan saya : "Terima kasih. Menarik sekali Pak Peter Febian untuk cerita Anda dari gugus depan ini. Saya berharap mereka yang kepengin main aman itu mau baca dan meresapi tulisan panjang bernas dari Anda mengenai VUCA. 

Dunia kini gak lagi seperti dunia bokap elu.. 

 Misalnya untuk ASN, terhembus ide mutakhir bahwa mereka akan dipekerjakan dari rumah. Betapa hal ini bila jadi realitas bukankah berpotensi mengguncang identitas diri mereka yang selama ini aman dan nyaman jadi makhluk mekanistis 9-5 dalam hidupnya. 

Oya, saya dapat tambahan cerita dari ibu Toetiek Septriasih. Beliau wawancara 10 kandidat untuk sebuah BUMN, dan 6 diantaranya memilih karena faktor BUMN. Masa depan terjamin, kata mereka. Menjadi staf pun mereka mau asal bekerja di BUMN. "

Ibu Toetik Septriasih akhirnya ikut berbagi pendapat :  "Bambang Haryanto seru kan yaaaaa membahas gen Y. Belum nanti Gen Z yang saat ini mulai menjelang lulus kuliah. 

Dinamikanya menarik sekali. Kakak Peter Febian merupakan contoh jiwa Gen Z, walau usia kronologisnya tidak diketahui."

Kemudian tampil Robert Hasudungan Sidauruk, SE ikut memberikan pendapat. "Saya sudah pengalaman kerja di sektor swasta sebelumnya dan saya berani bilang ada manfaat yang tidak akan didapat jika stay di swasta. 

Salah satunya adalah bantuan pendidikan. Boro-boro izin belajar lanjut pendidikan, kalau swasta yang ada justru mungkin dilarang lanjut kuliah karena takut sering izin ikut ujian. Kalau ASN justru sangat didukung jika ingin lanjut kuliah dan itu sangat dihargai. 

Kalau swasta, jika atasan tidak senang dengan kita, bisa diancam pakai mutasi. Di instansi pemerintah, tidak bisa asal ancam mutasi tanpa kebutuhan dan reorganisasi persetujuan pusat."

Saya kembali ikut ngobrol : "Terima kasih Robert Hasudungan Sidauruk, SE untuk pandangannya. Kasus Anda tentu tidak mewakili seluruh kasus perusahaan swasta. 

Juga contoh saya ini, sebuah kantor konsultan pajak menyekolahkan belasan pegawainya untuk belajar S2 ke Eropa. Konsultan ini memikirkan masa depan bisnisnya dengan berinvestasi pada pendidikan bagi para karyawannya."

Bagaimana pendapat Anda ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar