Jumat, 19 Juli 2019

Mutiara Hikmah Tentang Pekerjaan : Susi Pujiastuti


Jangan takut untuk bekerja, dan jangan bekerja kalau takut. Bekerja keras adalah bagian dari fisik, bekerja cerdas merupakan bagian dari otak, sedangkan bekerja ikhlas ialah bagian dari hati.

Orang yang meraih kesuksesan tidak selalu orang pintar, tapi orang yang gigih dan pantang menyerah.

Bagaimana caranya mewujudkan impian agar sukses, kunci suksesnya adalah komitmen dengan apa yang kita jalani.

Cita-cita yang tinggi memang bukan kunci kesuksesan, tapi rahasia dari orang sukses adalah memiliki cita-cita yang tinggi. Bermimpilah setinggi tingginya. Yang harus dibayar adalah mewujudkan mimpi itu. Cara bayarnya dengan kerja keras, semangat, dan komitmen.

Carilah pekerjaan yang anda suka, berkarier, berpikir, bereksplorasi dengan kegembiraan.

Kalau anda gembira, tenaga anda juga besar. Kalau tenaga anda juga besar, anda akan mencapai hal yang lebih besar. Kalau anda tidak suka, belajar yang anda suka.

Kegembiraan adalah energi. "Jalankan bisnis dengan common sense. If it doesn't make sense it won't be right!".

"Saya mungkin tidak berpendidikan tetapi saya profesional."

💖🙏

Kamis, 18 Juli 2019

Pilih Mana : Pekerjaan, Kesehatan, Atau Keluarga, Bila Harus Ada Yang Dikorbankan ?

Oleh : Bambang Haryanto


Brian Dyson, mantan CEO Coca Cola, pernah menyampaikan pidato yang sangat menarik. Katanya, "Bayangkan hidup itu spt pemain akrobat dengan 5 bola di udara. Kita bisa menamai bola-bola itu dengan sebutan: 

1- Pekerjaan 
2- Keluarga 
3- Kesehatan 
4- Sahabat, 
5- Semangat 

Kita harus menjaga semua bola itu tetap di udara dan jangan sampai ada yg terjatuh. Kalaupun situasi mengharuskan Anda melepaskan salah satu di antara 5 bola tersebut, lepaskanlah "Pekerjaan" karena pekerjaan adalah BOLA KARET. Pada saat Anda menjatuhkannya, suatu saat ia akan melambung kembali. 

Namun 4 bola lain seperti Keluarga, Kesehatan, Sahabat, dan Semangat adalah BOLA KACA. Jika Anda menjatuhkannya, akibatnya bisa sangat fatal...!" 

Pada kenyataannya, kita terlalu menjaga pekerjaan (bola karet). Bahkan kita mengorbankan keluarga, kesehatan, sahabat, dan semangat demi menyelamatkan bola karet tersebut. 

Contohnya: 

- Demi uang atau pekerjaan, kita mengabaikan keluarga, 
- Demi meraih sukses dalam pekerjaan, kita tidak memperhatikan kesehatan, 
- Demi uang atau pekerjaan, kita rela menghancurkan hubungan dengan sahabat baik. 

Bukan berarti pekerjaan tidak penting! Tapi jangan sampai uang atau pekerjaan menjadi "berhala" dalam hidup kita.


Saya ikut memberikan tanggapan : "Terima kasih Pak . Kias yang tajam dan menohok. Mungkin karena pekerjaan itu memiliki alokasi WAKTU yang lebih banyak dibanding aktivitas lainnya?

Saya mendapatkan tanggapan dari Mangihot Lumban Batu 1st Site Manager dari PT. Spektrum Krisindo Elektrika  : "Mungkin kita harus bertanya ke Brian Dyson pak. Karena beliau yang mencetuskan statement-statement diatas. 

Tapi kalau saya berpendapat, si Brian Dyson ini menganggap pekerjaan memiliki skala prioritas paling rendah dbanding keluarga, kesehatan, sosial, dan semangat. Sehingga di saat situasi mengharuskan dia mengorbankan salah satunya, pekerjaan lah yang dipilih utk dikorbankan. 

Sungguh super sekali😁"

Trisno Maulana ikut bergabung. Dia tulis komentarnya : "Saya sangat setuju pa Fahrur Rozi, tapi di saat pekerjaan tidak lagi ada di 5 bola yang harus kita jaga itu meninggalkan kita karena alasan kebijakan, dengan sendirinya berdampak juga ke 4 bola yang lain. 

Dengan kehilangan pekerjaan keluarga jadi goyah, kesehatan jadi terganggu karena stress ga ada pekerjaan, sahabat yg tadinya dekat perlahan acuh tak acuh dan semangat mulai kendor karena berbagai usaha untuk mendapat pekerjaan baru belum mendapat hasil.... Jadi ke 5 bola itu harus dijaga, karena satu sama lain saling berkaitan..... Itu pendapat saya, yang tidak setuju boleh berkomentar...."

Saya ikut berkomentar lagi :  "Sepakat Pak Mangihot Lumban Batu, setiap orang punya kondisi yang tidak sama dan bisa memutuskan hal yang paling sesuai dengan dirinya. Secara filosofis, ajaran Bryan itu menyentuh nurani. 

Saya ingin usul-usil : kalau pekerjaan adalah hal yang bisa dikorbankan, maka sejak dini asahlah keterampilan kita dalam BERBURU pekerjaan. Jadi kita bisa melepaskannya dan juga dengan mudah untuk memperolehnya kembali. 

Sedia payung sebelum hujan."

Minggu, 14 Juli 2019

Ancaman VUCA Di Tengah Hidup Kita

Oleh : Bambang Haryanto 

Aktivitas senam minggu pagi ini (14/4/2019) agak kacau. 

Adalah seorang dokter di kampung saya yang mengajak pasien BPJS-nya untuk senam pagi bersama. Ide mulia. Praktek dari preventive medicine yang jitu. 

Masalah muncul hari ini : instruktur senamnya orang baru.  Mungkin ikut sindrom Hari Lebaran, yang lama resign dan orang baru hadir. Dia memakai lagu-lagu baru dan juga gerakan-gerakan baru. 

Ada seorang bapak memprotes. Gerakannya terlalu cepat, katanya. Sesi senam kedua, diganti yang berirama lebih pelan tetapi gerakannya lebih rumit. Protes tidak muncul tapi terdengar ngedumel di sana-sini. 

Pak dokter menengahi. Dia katakan, gerakan-gerakan baru itu bermanfaat. Yakni memaksa otak kita untuk meregister pengalaman baru, mendorong munculnya  cabang-cabang sinaps yang baru. Otak jadi dimudakan, menjadi lebih baik bekerjanya. 

Perubahan membawa konsekuensi. Seperti terwujud dari protes bapak tadi, kita catat bahwa setiap perubahan bagi sebagian orang adalah proses yang menyakitkan. 

Tetapi di masa kini, mau atau tidak mau, sadar atau tidak hirau, kita hidup di era VUCA. Masa serba gonjang-ganjing. Dimana perubahan, bahkan cepat dan tak terduga, adalah keniscayaan. 

Minggu depan, saya menunggu : instruktur senam yang baru itu masih bersama kami atau diganti oleh orang yang baru lagi.  

Phanta rei.

Kamis, 11 Juli 2019

Jangan Remehkan Baca Buku, Begini CEO Speee Hadapi Revolusi Digital

Oleh : Mega Fransisca

Seberapa banyak buku yang kamu baca dalam setahun?
Kalau saya, jujur, hanya dua buku dalam setahun.

Hideki Otsuka


Jawaban CEO Speee Inc., Hideki Otsuka, atas pertanyaan saya mengenai hobinya baca buku menarik perhatian saya. Ratusan buku ia lahap dalam setahun.

Saya pun teringat dengan sebuah kutipan, “All leaders are readers”.

Otsuka adalah CEO Speee Inc., perusahaan induk dari Job-Like.com. Speee Inc. beroperasi di Tokyo, Jepang, sebagai perusahaan Web Marketing sejak 2007. Beberapa waktu yang lalu, Otsuka bertandang ke Jakarta untuk bertemu kami di kantor Job-Like.com.

Saya pun berkesempatan untuk berbincang dengannya. Adanya fasilitas perpustakaan di area Event Space, di kantor Speee di Tokyo membuat saya penasaran mengenai “keterikatan” dirinya dengan buku. Saya pun melontarkan pertanyaan mengapa ia getol membaca buku.

Mendengar pertanyaan saya, ia tertawa. Menurutnya, buku menjadi senjata pamungkas untuk melahirkan ide-ide bisnis baru. Kebiasaannya membaca buku sudah ia tanamkan jauh sebelum menjalani perannya sebagai pemimpin Speee. Ia justru telah membenamkan dirinya pada tumpukan buku ketika baru berencana untuk menjadi entrepreneur.

Untuk menjadi pebisnis yang sukses, pengetahuan mengenai banyak hal jelas mutlak dibutuhkan. Kebiasaannya menambah permodalan ilmu berlanjut ketika bisnisnya berkembang dan ia mengemban tanggung jawab besar sebagai seorang CEO.

Perpustakaan Speee di area Event Space (Foto: dok. Speee)


“Sebagai CEO, sebagai entrepreneur, hari terus mengalir, setiap 15 menit atau 30 menit ada rapat yang berbeda, bertemu banyak orang. Buku bisa menjadi sebuah umpan balik,” ujar Otsuka.

“Misalnya, hari ini ada hal-hal yang menyedihkan, ada yang menyenangkan, banyak hal terjadi. Setiap hari selalu mengalir. Tapi, dengan membaca buku kamu bisa berbalik melawannya. Membaca buku merupakan sebuah pembelajaran yang sebenarnya,” lanjutnya.

Kebiasaan membaca buku semakin penting bagi Otsuka mengingat bisnis yang dijalankannya bersinggungan dengan dunia teknologi. Pesatnya perkembangan teknologi menuntut dirinya untuk selalu update dan berpikir kreatif.

Jadi, untuk tetap bersaing dan terdepan, suntikan ilmu tak boleh berhenti. Ini salah satu kunci sukses dirinya.

“Sekarang ada banyak tantangan dari teknologi baru, blockchain salah satunya yang cukup teknis, sulit, dan ada banyak terminologi baru. Oleh karena itu, saya membaca buku-buku yang sarat pengetahuan, lebih berguna untuk bisnis. Saya harus tahu ide-ide baru untuk masa depan,” ucapnya.

Karyawan Speee Dapat Bujet Tahunan Membeli Buku

Budaya membaca buku tak hanya diterapkan Otsuka untuk dirinya sendiri. Tapi, ikut menulari para karyawan Speee setelah didirikannya perpustakaan di kantor.

Menariknya, upaya Speee untuk menumbuhkan minat membaca karyawan didukung dengan program pemberian bujet membeli buku tahunan bagi setiap karyawan.

“Ada keuntungannya buat karyawan. Mereka mendapatkan dana hingga Rp1,3 juta per bulan untuk membeli buku. Perusahaan akan membelikan buku buat mereka. Kalau kamu mau belajar sesuatu atau tertarik membaca sebuah buku tertentu, perusahaan yang membelikan untuk kamu,” bilang Otsuka.

Perbincangan saya dengan Otsuka memberikan saya insight segar. Sudah waktunya untuk saya membuka lembar-lembar tumpukan buku yang belum tersentuh di rumah. Bagi saya, membaca buku membawa saya ke alam liar petualangan.

Bagaimana dengan kamu?


Sumber : https://magazine-job--like-com.cdn.ampproject.org/c/s/magazine.job-like.com/kunci-sukses-ceo-membaca-buku/amp/

Me Me Me vs You You You

Oleh : Bambang Haryanto


Anda bila di jalanan pasti mudah menemukan pesan dalam foto ini.
Bisa terpajang di warung-warung kaki lima sampai gerai kuliner di mal yang megah.

Ada masalah dari pesan tersebut?

Betul. Bila ditinjau dari psikologi komunikasi, pesan itu berorientasi kedalam, dimana penulis pesan mendongkrak dirinya sebagai subjek, me oriented, sementara (calon) konsumen semata sebagai objek.

Bagaimana kalau pesan itu diubah bunyinya menjadi "melayani pesanan"?
Bukankah kini konsumen jadi berubah menjadi subjek, pesan menjadi you oriented, konsumen menjadi fihak yang dihargai.

Filosofi berkomunikasi antara me oriented versus you oriented tersebut sebaiknya juga difahami oleh para pemburu kerja.

Posisikan diri Anda sejajar dengan perusahaan yang Anda lamar, namun dengan titik berat bahwa Anda bersiap melayani kebutuhan perusahaan dengan wawasan, inovasi dan keterampilan yang Anda miliki, untuk keberhasilan semua fihak.

Ada pendapat?

#komunikasibisnis
#pemburukerjamenjualsolusi

Selasa, 09 Juli 2019

Ketika Freshgrad Adalah Kupu-Kupu

Oleh : Bambang Haryanto 


"Persahabatan bagai kepompong.
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu.
Persahabatan bagai kepompong.
Hal yang tak mudah berubah jadi indah"

Potongan lirik dari sebuah lagu pop yang menarik. 

Metafora yang sama kiranya juga cocok untuk menggambarkan perjalanan seorang wisudawan.

Masa mahasiswa adalah masa sebagai ulat, yang rakus melahap ilmu pengetahuan. Masa jadi kepompong adalah masa saat merampungkan skripsi. Dan dirinya kemudian ibarat menjadi kupu-kupu yang belajar terbang setelah melepaskan toga wisudanya dan pesta di restoran menjadi kenangan indah. 

Kupu-kupu sarjana tersebut kemudian harus menghadapi realita kehidupan. Memasuki dunia kerja. Dirinya pun harus pula mengubah pola pikirnya, yang semula dari dunia akademis menjadi dunia profesional. 

Muluskah perubahan pola pikir itu? Dari baca-baca selintas kilas di situs Linkedin, perubahan sering nampak tidak terjadi. Apa mungkin karena lembaga career center di pelbagai perguruan tinggi yang (bila) ada belum berfungsi secara maksimal? 

Saya pikir itulah salah satu penyebab sehingga banyak sekali pemburu kerja yang sarjana itu terlunta-lunta dalam memperoleh pekerjaan impiannya! 

Ada pendapat?