Kompas,
Jumat, 14 Desember 2018 : 10
Jika ada yang mengira disrupsi hanya ada di sebagian sektor, tak lama lagi ia akan terkena disrupsi. Pandangan seperti itu hanya menunggu waktu sebelum disrupsi muncul. Kesalahan mereka yang berpikir mapan adalah ketika sudah menggunakan gawai, mereka merasa sudah berubah. Padahal, salah satu hal yang mendasar adalah meninggalkan cara berbisnis lama dan memasuki cara berbisnis baru atau menempuh jalan yang berbeda dari sebelumnya.
Disrupsi
akan mengenai semua sektor, mulai dari media, keuangan, jasa, hingga pendidikan
dan manufaktur. Keberadaan teknologi digital mengubah era berbisnis di berbagai
sektor. Di sisi paling mendasar, keberadaan gawai telah membuat cara
berkomunikasi orang sangat berubah.
Keberadaan
gawai dan perubahan gaya hidup telah membuat perubahan dalam cara berbisnis,
misalnya di sektor pariwisata. Pengembangan destinasi dengan menonjolkan
faslitas, layanan, dan potensi destinasi wisata ternyata tidak lagi mencukupi.
Pengelola pariwisata perlu memberikan tawaran baru, yaitu pengalaman bagi
pengunjung. Keberadaan gawai telah menjadikan kebutuhan itu ada di urutan tertinggi
sehingga para pengelola harus memberikan kesempatan bagi pengunjung untuk
merasakan pengalaman, mulai dari berfoto hingga merasakan berbagai pengalaman
yang bisa diekspresikan melalui media sosial.
Belajar dari
pengalaman tempat-tempat wisata yang sukses, pemerintah perlu membuat strategi
yang sama untuk menciptakan daerah tujuan wisata baru. Jika sudah tercipta,
langkah yang bisa dilakukan adalah membuat mitos mengenai daerah wisata itu
sehingga bisa meningkatkan kunjungan wisata. Teknologi digital mampu menaikkan daerah wisata tertentu ke
permukaan karena bermodal menawarkan pengalaman kepada pengunjung.
Di sektor
lain seperti manufaktur, jasa, pendidikan,dan lain-lain yang makin mengandalkan
teknologi digital, disrupsi hanya
menunggu waktu untuk menelan perusahaan mapan dengan cara bisnis lama. Revolusi
Industri 4.0 adalah kenyataan yang sedang berjalan. Perubahan sangat cepat
sedang terjadi. Penggunaan teknologi digital semakin (meluas) dan membutuhkan
sumber daya manusia memadai. Ilmu pengetahuan baru bermunculan dan mulai
berkembang.
Peluang
Peluang
pekerjaan ketika Revolusi Industri 4.0 berjalan, tidak sedikit, tetapi yang
memenuhi syarat jumlahnya terbatas. Beberapa kali, sebuah perusahaan melakukan
tes bagi calon pekerja dan menghadapi kenyataan bahwa kapasitas para calon
pekerja jauh di bawah standar. Akar dari masalah ini adalah hanya sedikit
lembaga pendidikan tinggi yang mampu menyediakan lulusan yang memiliki
kemampuan pengembangan perangkat lunak.
Enomena ini
menjelaskan, beberapa perusahaan teknologi digital Indonesia memilih untuk
membuat kantor cabang di India. Langkah ini memudahkan mereka mencari talenta
untuk membuat berbagai perangkat lunak yang dibutuhkan. Sebaliknya,
beberapaperusahaan teknologi Malaysia dan Singapura membuka cabangnya di
Yogyakarta dan beberapa kota lainnya untuk memburu talenta-talenta unggul.
Beberapa pekerjaan pengembangan perangkat lunak dialihkan dari kedua negara itu
ke Indonesia.
Akar dari
masalah ini adalah pendidikan kita, baik kemampuan akademis maupun kemampuan
non-akademis seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir kritis,
bekerja dalam tim, kemampuan analisis, dan bernegosiasi. Data lama mengenai
kemampuan bahasa, matematika, dan seni yang rendah di sekolah dasar dan
menengah diperparah fenomena pengajaran yang belakangan kacau balau di lapangan.
Selain itu, kompetensi guru tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diampu.
Di perguruan
tinggi, jurusan dan mata kuliah yang ditawarkan tidak berkesesuaian di
lapangan. Birokrasi pada pengelolaan perguruan tinggi membuat mereka sulit
menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Salah satu perkembangan yang perlu
diadopsi perguruan tinggi adalah penggunaan teknologi digital. Banyak jurusan
yang seharusnya mulai memasukkan beberapa mata kuliah teknologi, tetapi tak
bisa melakukannya karena aturan.
Perubahan
drastis perlu dilakukan di dalam dunia
pendidikan karena sejumlah pekerjaan bakal musnah dan pekerjaan baru bakal
muncul. Jika perguruan tinggi di Indonesia masih bertahan dengan kurikulum lama
dan jurusan-jurusan yang usang, mereka akan ikut menambah orang-orang yang tidak siap memasuki pekerjaan-pekerjaan baru.
Belum lagi, jika tidak memiliki
keterampilan tambahan yang dibutuhkan di era Revolusi Industri 4.0. Disrupsi
bakal menggulung mereka yang tidak mau
berubah.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar